Sekedar ingin berbagi kepada kawan-kawan tentang apa yang saya dapatkan dari belajar saya di bangku perkuliahan. Ini adalah tugas saya. Hasil pekerjaan saya dengan mengutip dari orang lain, tentu saja. Bukan masalah pengutipan yang terpenting, tapi yang penting adalah bagaimana kita mempersepsi bahasa yang kita gunakan sehari-hari :)
Bahasa yang digunakan oleh pria dan
wanita mempunyai perbedaan. Perbedaan yang terjadi tidak ditunjukkan dengan
struktur bahasa yang berbeda akan tetapi lebih kepada faktor-faktor
non-linguistik. Faktor pembeda ini juga bukan karena faktor geografis, karena
faktor geografis tidak mempengaruhi penggunaan bahasa seorang pria atau wnaita.
Perbedaan bahasa antara pria dan wanita terjadi karena adanya judgemenet
khusus dari masyarakat terhadap perbedaan jenis kelamin. Kategori sosial
tertentu (usia dan jenis kelamin) bisa ditandai oleh perilaku komunikatif yang
khas (Ibrahim, 1995: 82). Perilaku-perilaku tersebut diantaranya; gerak anggota
badan, suara dan intonasi, juga fonem. Pada masyarakat arab, pria lebih banyak
menggerakkan anggota badan daripada wanita sedangkan pada masyarakat Jawa,
wanita lebih banyak menggunakan ekspresi wajah daripada wanita. Suara wanita
lebih nyaring daripada pria dan pada bahasa tertentu wanita mengguankan fonem
yang berbeda daripada pria. Perbedaan-perbedaan ini wajar dilakukan dalam
masyarakat dan masyarakat mengganggap jika ada pria atau wanita yang melakukan
tindakan di luar kebiasaan dianggap tidak wajar dan dicemooh.
Kasus perbedaan penggunaan bahasa
antara pria dan wanita yang paling mencolok terjadi pada masyarakat Eropa di
Hindia Barat, yang sebelumnya adalah negara otonom Belanda yaitu Antillen.
Masyarakat di sana mengalami perbedaan ragam bahasa. Antara pria dan wanita
masing-masing menggunkan kosakata dan frasa sendiri-sendiri dengan tidak mencampuri
sama sekali. Mengenai penyebab dari perpecahan antara pria dan wanita ini ada
dua teor. Yang pertama adalah karena adanya “penyerbuan” serta “perpecahan” dan
karena adanya “percampuran”. Sedangkan teori yang kedua adalah adanya gejala
tabu.
Menyangkut masalah tabu, dalam teori
perbedaan penggunaan bahasa antara pria dan wanita ada dua teori. Teori yang
pertama adalah teori tabu, dan teori yang kedua adalah teori sistem
kekerabatan. Teori tabu menyebutkan bahwa perbedaan penggunaan bahasa
oleh pria dan wanita adalag karena gejala tabu dalam masyarakat. Kata
‘ngabuburit’ jika pada masyarakat sunda adalah suatu yang wajar dan biasa akan
tetapi pada bahasa Jawa-Banjar (campuran) artinya sudah berbeda dan dianggap tabu
karena bermakna ‘mencium pantat’ (Rozi, 2013). Teori tabu yang seperti ini bisa
menyebabkan perbedaan antara pria dan wanita pada beberapa bahasa. Teori
sistem kekerabatan memunculkan sebuah teori jika bahasa mengalami
perbedaan bukan hanya karena tabu melainkan juga karena hubungan kerabat dan
jenis kelamin. Akan tetapi yang harus diingat, perbedaan ini disebabkan karena
penuturnya bukan tuturannya.
Bahasa Koasati adalah bahasa yang
diperhatikan dalam sosiolingustik karena juga membedakan kosakata antara pria
dan wanita. Wanita koasati umumnya lebih konservatif daripada prianya oleh
karena itu, wanita Koasati lebih menguasai ragam baku daripada pria. Selain
masalah kekonservatifan, sikap sosial dari masyarakat tutur juga menyebabkan
adanya perbedaan ragam bahasa. Dalam bahasa Inggris, wanita cenderung
menggunakan bahasa baku untuk prestise dan sebagai peranan sosial. Selain itu,
wanita juga pelopor perubahan untuk menggunakan bahasa ragam baku daripada pria
yang lebih suka dengan bahasa-bahasa inovatif.
Di Indonesia yang memiliki beragam
bahasa. Kedudukan bahasa Indonesia dianggap tinggi dan lebih berprestise
sehingga kaum wanita lebih sering menggunakan bahasa tersebut dari pria
meskipun lebih banyak pria yang bisa menggunakan bahasa Indonesia. Akan tetapi,
wanita Indonesia juga masih sama dengan wanita-wanita lainnya yang konservatif
karena wanita Indonesia lebih senang dengan bahasa Ibu misalnya bahasa Jawa.
Ini artinya, dimanapun wanita berada wanita lebih suka dengan bentuk bahasa
baku dan lebih suka dengan kekonservatifan. Menurut saya, ini dikarenakan sifat
lahiriah dari wanita itu sendiri.
Selain bahasa pria dan wanita,
bahasa dari seorang dengan jenis kelamin wanita-pria (waria) pun menjadi ragam
tersendiri. Di Indonesia khususnya, waria biasa mengguanakan ragam bahasa
rahasia yang hanya biasa digunakan di antara mereka saja. Ragam bahasa wria
mempunyai 2 kaidah. Kaidah yang pertama adalah perubahan bunyi dan yang kedua
adalah karena penciptaan kosakata baru.
Daftar Rujukan
Ibrahim, Abd.
Syukur. 1995. Sosiolinguisti: Suatu Model Fungsional Bahasa. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Rozi, Ahmad.
2013. Mengapa Ngabuburit Dianggap Tabu? http://bahasa.kompasiana.com/2013/07/21/mengapa-ngabuburit-dianggap-tabu-578567.html
(online). Diakses pada tanggal 5 Oktober 2013.
0 komentar:
Posting Komentar
Minta komentarnya dong, Kak! :)